0

Membaca Al-Quran

bismillah
Al Quran adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w., sebagai salah satu rahmat yang tidak ada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul Wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk,pedoman dan pelajaran bagi siapa yang mempercayai serta mengamalkannya. Bukan itu saja, Al Quran itu adalah Kitab Suci yang paling penghabisan diturunkan Allah, yang isinya mencakup segala pokok-pokok syariat yang terdapat di dalamKitab-kitab Suci yang diturunkan sebelumnya. Karena itu, setiap orang yang mempercayai Al Quran, akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk membacanya, untuk mempelajari dan memahaminya serta untuk mengamalkan dan mengajarkannya samapai merata rahmatnya dirasai dan dikecap oleh penghuni alam semesta.

Setiap Mu’min harus yakin, bahwa membaca Al Quran saja sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Sebab, yang dibacanya itu adalah Kitab Suci Ilahi. Al Quran adalah bacaan yang paling baik bagi seorang Mu’min. Baik dikala senang maupun susah; di kala gembira ataupun sedih. Malahan membaca Al Quran itu bukan saja menjadi amal dan ibadah, tetapi juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.
Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat Rasulullah yang bernama Ibnu Mas’ud r.a. meminta nasehat, katanya: ” Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasehat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini, aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah dan fikiranku kusut; makan tak enak, tidur tak nyenyak.”

Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya, katanya:” Kalau penyakit itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ketempat orang membaca Al Quran, engkau baca Al Quran atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya; atau engkau pergi ke pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah; atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di waktu tengah malam buta, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam, meminta dan memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman fikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah, agar diberi-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan lagi hatimu.”
Setelah orang itu kembali kerumahnya, diamalkannyalah nasihat Ibnu Mas’ud r.a. itu. Dia pergi mengambil wudhu kemudian diambilnya Al Quran, terus dia baca dengan hati yang khusyu. Selesai membaca Al Quran, berubahlah kembali jiwanya, menjadi jiwa yang aman dan tenteram, fikirannya tenang, kegelisahannya hilang sama sekali.

Tentang keutamaan dan kelebihan membaca Al Quran, Rasulullah telah menyatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang maksdunya demikian:” Ada dua golongan manusia yang sungguh-sungguh orang dengki kepadanya, yaituorang yang diberi oleh Allah Kitab Suci Al Quran ini, dibacanya siang dan malam; dan orang yang dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam kekayaan itu digunakannya untuk segala sesuatu yang diridhai Allah.”
Di dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim pula, Rasulullah menyatakan tentang kelebihan martabat dan keutamaan orang membaca Al Quran, demikian maksudnya:” Perumpamaan orang Mu’min yang membaca Al Quran, adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat; orang Mu’min yang tak suka membaca Al Quran, adalah seperti buah korma, baunya tidak begitu harum, tetapi manis rasanya; orang munafiq yang membaca Al Quran ibarat sekuntum bunga, berbau harum, tetapi pahit rasanya; dan orang munafiq yang tidak membaca Al Quran, tak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali.”

Dalam sebuah hadits, Rasulullah juga menerangkan bagaimana besarnya rahmat Allah terhadap orang-orang yang membaca Al Quran di rumah-rumah peribadatan (mesjid, surau, mushalla dan lain-lain). Hal ini dikuatkan oleh sebuah hadits yang masyur lagi shahih yang berbunyi sebagai berikut:” Kepada kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah peribadatan, membaca Al Quran secara bergiliran dan ajar megajarkannya terhadap sesamanya, akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketenteraman, akan berlimpah kepadanya rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan mengingat mereka” (diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah).

Dengan hadits di atas nyatalah, bahwa membaca Al Quran, baik mengetahui artinya ataupun tidak, adalah termasuk ibadah, amal shaleh dan memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya; memberi cahaya ke dalam hati yang membacanya sehingga terang benderang, juga memberi cahaya kepada keluarga rumah tangga tempat Al Quran itu dibaca. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Anas r.a. Rasulullah bersabda : “Hendaklah kamu beri nur (cahaya) rumah tanggamu dengan sembahyang dan dengan membaca Al Quran.”

Di dalam hadits yang lain lagi, Rasulullah menyatakan tentang memberi cahaya rumah tangga dengan membaca Al Quran itu. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Daru Quthi dari Anas r.a. Rasulullah memerintahkan : “Perbanyaklah membaca Al Quran di rumahmu, sesungguhnya di dalam rumah yang tak ada orang membaca Al Quran, akan sedikit sekali dijumapi kebaikan di rumah itu, dan akan banyak kejahatan, serta penghuninya selalu merasa sempit dan susah.”
Mengenai pahala membaca Al Quran, Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa, tiap-tiap orang yang membaca Al Quran dalam sembahyang, akan mendapat pahala lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang diucapkannya; membaca Al Quran di luar sembahyang dengan berwudhu, pahalanya dua puluh lima kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya; dan membaca Al Quran di luar sembahyang dengan tidak berwudhu, pahalanya sepuluh kali kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya.

Mendengarkan Bacaan Al Quran

Di dalam ajaran Islam, bukan membaca Al Quran saja yang menjadi ibadah dan amal yang mendapat pahala dan rahmat, tetapi mendengarkan Al Quran pun begitu pula. Malahan sebagian ulama mengatakan, bahwa mendengarkan orang membaca Al Quran pahalanya sama dengan orang yang membacanya.
Tentang pahala orang mendengarkan bacaan Al Quran dengan jelas dalam surat Al A’raaf (7) ayat 204 disebutkan sebagai berikut:

“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.

Mendengarkan bacaan Al Quran dengan baik, dapat menghibur perasaan sedih, menenangkan jiwa yang gelisah dan melunakkan hati yang keras, serta mendatangkan petunjuk. Itulah yang dimaksudkan dengan Rahmat Allah, yang diberikan kepada orang yang mendengarkan bacaan Al Quran dengan baik. Demikian besar mu’jizat Al Quran sebagai Wahyu Ilahi, yang tak bosan-bosan orang membaca dan mendengarkannya. Malahan semakin sering orang membaca dan mendengarkannya, semakin terpikat hatinya kepada Al Quran itu; bila Al Quran itu dibaca dengan lidah yang fasih, dengan suara yang baik dan merdu akan memberikan pengaruh kepada jiwa orang yang mendengarkannya, sehingga seolah-olah yang mendengarnya sudah ada di alam ghaib, bertemu langsung dengan Khaliknya. Bagaimana keadaan orang Mu’min tatkala mendengarkan bacaan Al Quran itu, digambarkan oleh firman Allah sebagai berikut:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, hanyalah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al Anfaal QS:8:2)

Diriwayatkan bahwa suatu malam, Nabi Muhammad s.a.w. mendengarkan Abu Musa Al Asy’ari membaca Al Quran sampai jauh malam. Sepulang beliau di rumah, beliau ditanya oleh istri beliau Aisyah r.a., apa sebabnya pulang sampai jauh malam. Rasulullah menjawab, bahwa beliau terpikat oleh kemerduan suara Abu Musa Al Asy’ari membaca Al Quran, seperti
merdunya suara Nabi Daud a.s.

Di dalam riwayat, banyak sekali diceritakan, betapa pengaruh bacaan Al Quran pada masa Rasulullah terhadap hati orang-orang kafir yang setelah mendengarkan bacaan Al Quran itu, tidak sedikit hati yang pada mulanya keras dan marah kepada Muhammad s.a.w. serta pengikut- pengikutnya, berbalik menjadi lunak dan mau mengikuti ajaran Islam.
Rasulullah sendiri sangat gemar mendengarkan bacaan Al Quran dari orang lain. Dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan, bahwa Abdullah Ibnu Mas’ud menceritakan sebagai berikut :
Rasulullah berkata kepadaku: “Hai Ibnu Mas’ud, bacakanlah Al Quran untukku!”. Lalu aku menjawab: “Apakah aku pula yang membacakan Al Quran untukmu, ya Rasulullah, padahal Al Quran itu diturunkan Tuhan kepadamu?”. rasulullah menjawab : “Aku senang mendengarkan bacaan Al Quran itu dari orang lain.”
Kemudian Ibnu Mas’ud membacakan beberapa ayat dari surat An Nisaa’. Maka tatkala bacaan Ibnu Mas’ud itu sampai kepada ayat ke-41 yang berbunyi:
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul dan nabi) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (umatmu).”ayat itu sangat mengharukan hati Rasulullah, lalu beliau berkata: “Cukuplah sekian saja, ya Ibnu Mas’ud!”. Ibnu Mas’ud melihat Rasulullah meneteskan air matanya serta menundukkan kepalanya.

Membaca Al Quran Sampai Khatam

Bagi seorang Mu’min, membaca Al Quran telah menjadi kecintaannya. Pada waktu membaca Al Quran, ia sudah merasa seolah-olah jiwanya menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa; menerima amanat dan hikmat suci, memohon limpah karunia serta rahmat dan pertolongan-Nya. membaca Al Quran telah menjadi kebiasaannya yang tertentu, baik siang ataupun malam. Dibacanya sehalaman demi sehalaman, sesurat demi sesurat, dan se juz demi se juz, akhirnya samapi khatam (tamat).

Tidak ada suatu kebahagiaan di dalam hati seseorang Mu’min melainkan bila dia dapat membaca Al Quran sampai khatam. Bila sudah khatam, itulah puncak dari segala kebahagiaan hatinya.
Di dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali mencatat beberapa hadits dan riwayat mengenai pembacaan Al Qur’an sampai khatam. Digambarkannya bagaimana para sahabat, dengan keimanan dan keikhlasan hati, berlomba-lomba membaca Al Quran sampai khatam, ada yang khatam dalam sehari semalam saja, bahkan ada yang khatam dua kali dalam sehari semalam dan seterusnya. Di dalam sebuah hadits yang shahih, rasulullah menyuruh Abdullah bin Umar, supaya mengkhatamkan Al Quran sekali dalam seminggu. Begitulah para sahabat seperti Utsman, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud dan Ubaiyy bin Ka’ab, telah menjadi wiridnya untuk mengkhatamkan Al Quran pada tiap-tiap hari Jum’at.

Adapun mereka yang mengkhatam Al Quran sekali seminggu, Al Quran itu dibagi tujuh, menurut pembagian yang sudah mereka atur. Utsman bin Affan r.a. pada malam Jum’at, memulai membacanya dari surat Al Baqarah sampai surat Al Maa-idah, malam Sabtu dari surat Al An’aam sampai surat Hud, malam Ahad dari surat Yusuf sampai surat Maryam, malam Senin dari surat Thaaha sampai surat Thaasim, malam Selasa dari surat Ankabuut sampai surat Shaad, malam Rabu dari surat Tanzil sampai surat Al Rahmaan, dan mengkhatamkan pada malam Kamis. Tetapi Ibnu Mas’ud lain lagi membaginya, yaitu: hari pertama 3 surat, hari kedua 5 surat, hari ketiga 7 surat, hari keempat 9 surat, hari kelima 11 surat, hari keenam 13 surat dan hari ketujuh adalah surat yang selebihnya sampai tamat.
Di samping itu, ada juga di antara para sahabat yang membaca Al Quran sampai khatam dalam sebulan, untuk memperdalam penyelidikannya mengenai maksud yang terkandung didalamnya.

Adab Membaca Al Quran

Al Qura’an sebagai Kitab Suci, Wahyu Ilahi, mempunyai adab-adab tersendiri bagi orang-orang yang membacanya. Adab-adab itu sudah diatur dengan sagnat baik, untuk penghormatan dan keagungan Al Quran; tiap-tiap orang harus berpedoman kepadanya dan mengerjakannya.
Imam Al Ghazali di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin telah memperinci dengan sejelas-jelasnya bagaimana hendaknya adab-adab membaca Al Qur’an menjadi adab yang mengenal batin, dan adab yang mengenal lahir. Adab yang mengenal batin itu, diperinci lagi menjadi arti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan kalimat Allah, menghadirkan hati dikala membaca sampai ke tingkat memperluas, memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa. Dengan demikian, kandungan Al Quran yang dibaca dengan perantaraan lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam hati sanubarinya. Kesemuanya ini adalah adab yang berhubungan dengan batin, yaitu dengan hati dan jiwa. Sebagai contoh, Imam Al Gazhali menjelaskan, bagaimana cara hati membesarkan kalimat Allah, yaitu bagi pembaca Al Qur’an ketika ia memulainya, maka terlebih dahulu ia harus menghadirkan dalam hatinya, betapa kebesaran Allah yang mempunyai kalimat-kalimat itu.

Dia harus yakin dalam hatinya, bahwa yang dibacanya itu bukanlah kalam manusia, tetapi adalah kalam Allah Azza wa Jalla. Membesarkan kalam Allah itu, bukan saja dalam membacanya, tetapi juga dalam menjaga tulisan-tulisan Al Quran itu sendiri. Sebagaimana yang diriwayatkan, ‘Ikrimah bin Abi Jahl, sangat gusar hatinya bila melihat lembaran-lembaran yang bertuliskan Al Quran berserak-serak seolah-olah tersia-sia, lalu ia memungutnya selembar demi selembar, sambil berkata:”Ini adalah kalam Tuhanku! Ini adalah kalam Tuhanku, membesarkan kalam Allah berarti membesarkan Allah.”

Adapun mengenai adab lahir dalam membaca Al Quran, selain didapati di dalam kitab Ihya Ulumuddin, juga banyak terdapat di dalam kitab-kitab lainnya. Misalnya dalam kitab Al Itqan oleh Al Imam Jalaludin As Suyuthu, tantang adab membaca Al Quran itu diperincinya sampai menjadi beberapa bagian.
Diantara adab-adab membaca Al Quran, yang terpenting ialah:

1. Disunatkan membaca Al Quran sesudah berwudhu, dalam keadaan bersih, sebab yang dibaca adalah wahyu Allah.
2. Mengambil Al Quran hendaknya dengan tangan kanan; sebaiknya memegangnya dengan kedua belah tangan.
3. Disunatkan membaca Al Quran di tempat yang bersih, seperti di rumah, di surau, di mushalla dan di tempat-tempat lain yang dianggap bersih. Tapi yang paling utama ialah di mesjid.
4. Disunatkan membaca Al Quran menghadap ke Qiblat, membacanya dengan khusyu’ dan tenang; sebaiknya dengan berpakaian yang pantas.
5. Ketika membaca Al Quran, mulut hendaknya bersih, tidak berisi makanan, sebaiknya sebelum membaca Al Quran mulut dan gigi dibersihkan terlebih dahulu.
6. Sebelum membaca Al Quran disunatkan membaca ta’awwudz, yang berbunyi: a’udzubillahi minasy syaithanirrajim. Sesudah itu barulah dibaca Bismillahirrahmanir rahim. Maksudnya, diminta lebih dahulu perlindungan Allah, supaya terjauh pengaruh tipu daya syaitan, sehingga hati dan fikiran tetap tenang di waktu membaca Al quran, dijauhi dari gangguan. Biasa juga orang yang sebelum atau sesudah membaca ta’awwudz itu, berdoa dengan maksud memohon kepada Alah supaya hatinya menjadi terang. Doa itu berbunyi sebagai berikut.

“Ya Allah bukakanlah kiranya kepada kami hikmat-Mu, dan taburkanlah kepada kami rahmat dan khazanah-Mu, ya Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

7. Disunatkan membaca Al Quran dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan tenang, sesuai dengan firman Allah dalam surat (73) Al Muzammil ayat 4:

“….Dan bacalah Al Quran itu dengan tartil”.

Membaca dengan tartil itu lebih banyak memberi bekas dan mempengaruhi jiwa, serta serta lebihmendatangkan ketenangan batin dan rasa hormat kepada Al Quran.Telah berkata Ibnu Abbas r.a.:” Aku lebih suka membaca surat Al Baqarah dan Ali Imran dengan tartil, daripada kubaca seluruh Al Quran dengan cara terburu-buru dan cepat-cepat.”
http://irwanakoja.blogspot.com
8. Bagi orang yang sudah mengerti arti dan maksud ayat-ayat Al Quran, disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang ayat-ayat yang dibacanya itu dan maksudnya. Cara pembacaan seperti inilah yang dikehendaki, yaitu lidahnya bergerak membaca, hatinya turut memperhatikan dan memikirkan arti dan maksud yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibacanya. Dengan demikian, ia akan sampai kepada hakikat yang sebenarnya, yaitu membaca Al Quran serta mendalami isi yang terkandung di dalamnya.Hal itu akan mendorongnya untuk mengamalkan isi Al Quran itu. Firman Allah dalam surat (4) An Nisaa ayat 82 berbunyi sebagai berikut:

“Apakah mereka tidak memperhatikan (isi) Al Quran?…”
Bila membaca Al Quran yang selalu disertai perhatian dan pemikiran arti dan maksudnya, maka dapat ditentukan ketentuan-ketentuan terhadap ayat-ayat yang dibacanya. Umpamanya: Bila bacaan sampai kepada ayat tasbih, maka dibacanya tasbih dan tahmid; Bila sampai pada ayat Doa dan Istighfar, lalu berdoa dan minta ampun; bila sampai pada ayat azab, lalau meminta perlindungan kepada Allah; bila sampai kepada ayat rahmat, llau meminta dan memohon rahmat dan begitu seterusnya. Caranya, boleh diucapkan dengan lisan atau cukup dalam hati saja. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dari Ibnu Abbas yang maksudnya sebagai berikut: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. apabila membaca: “sabbihissma rabbikal a’la beliau lalu membaca subhanarobbiyal a’la . Diriwayatkan pula oleh Abu Daud, dan Wa-il binHijr yang maksudnya sebagai berikut:” Aku dengan Rasulullah membaca surat Al Fatihah , maka Rasulullah sesudah membaca walad dholliin lalu membaca aamin . Demikian juga disunatkan sujud, bila membaca ayat-ayat sajadah, dan sujud itu dinamakan sujud tilawah.
Ayat-ayat sajadah itu terdapat pada 15 tempat yaitu:
dalam surat Al-A’raaf ayat 206
dalam surat Ar-ra’d ayat 15
dalam surat An-Nahl ayat 50
dalam surat Bani Israil ayat 109
dalam surat Maryam ayat 58
dalam surat Al-Haji ayat 18 dan ayat 77
dalam surat Al Furqaan ayat 60
dalam surat Annaml ayat 26
dalam surat As-Sajdah ayat 15
dalam surat As-Shad ayat 24
dalam surat Haamim ayat 38
dalam surat An-Najm ayat 62
dalam surat Al-Insyiqaq ayat 21, dan
dalam surat Al-’Alaq ayat 19

9. Dalam membaca Al Quran itu, hendaknya benar-benar diresapkan arti dan maksudnya, lebih-lebih apabila smapai pada ayat-ayat yang menggambarkan nasib orang-orang yang berdosa, dan bagaimana hebatnya siksaan yang disediakan bagi mereka. Sehubungan dengan itu, menurut riwayat, para sahabat banyak yang mencucurkan air matanya di kala membaca dan mendengar ayat-ayat suci Al Quran yang menggambarkan betapa nasib yang akan diderita oleh orang-orang yang berdosa.
10. Disunatkan membaca Al Quran dengan suara yang bagus lagi merdu, sebab suara yang bagus dan merdu itu menambah keindahan islubnya Al Quran. Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
“Kamu hiasilah Al Quran itu dengan suaramu yang merdu”

Diriwayatkan, bahwa pada suatu malam Rasulullah s.a.w. menunggu-nunggu istrinya, Sitti ‘Aisyah r.a. yang kebetulan agak terlambat datangnya. Setelah ia datang, Rasulullah bertanya kepadanya:” Bagaimanakah keadaanmu?” Aisyah menjawab :”Aku terlambat datang, karena mendengarkan bacaan Al Quran seseorang yang sangat bagus lagi merdu suaranya. Belum pernah akumendengarkan suara sebagus itu.”

Maka Rasulullah terus berdiri dan pergi mendengarkan bacaan Al Quran yang dikatakan Aisyah itu. rasulullah kembali dan mengatakan kepada Aisyah:” Orang itu adalah Salim, budak sahaya Abi Huzaifah. Puji- pujian bagi Allah yang telah menjadikan orang yang suaranya merdu seperti Salim itu sebagai ummatku.”

Oleh sebab itu, melagukan Al Quran dengan suara yang bagus, adalah disunatkan, asalkan tidak melanggar ketentuan-ketentuan dan tata cara membaca sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ilmu qiraat dan tajwid, seperti menjaga madnya, harakatnya (barisnya) idghamnya dan lain-lainnya. Di dalam kitab zawaidur raudhah, diterangkan bahwa melagukan Al Quran dengan cara bermain-main serta melanggar ketentuan- ketentuan seperti tersebut di atas itu, haramlah hukumnya; orang yang membacanya dianggap fasiq, juga orang yang mendengarkannya turut berdosa.

11. Sedapat-dapatnya membaca Al Quran janganlah diputuskan hanya karena hendak berbicara dengan orang lain. Hendaknya pembacaan diteruskan sampai ke batas yang telah ditentukan, barulah disudahi. Juga dilarang tertawa-tawa, bermain-main dan lain-lain yang semacam itu, ketika sedang membaca Al Quran. Sebab pekerjaan yang seperti itu tidak layak dilakukan sewaktu membaca Kitab Suci dan berarti tidak menghormati kesuciannya.

Itulah diantara adab-adab yang terpenting yang harus dijaga dan diperhatikan, sehingga dengan demikian kesucian Al Quran dapat terpelihara menurut arti yang sebenarnya.

Sumber : Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama

0

Kisah Nabi Idris AS Melihat Surga dan Neraka

Kisah Nabi Idris AS Melihat Surga dan Neraka (3)

sorga-neraka

Setiap hari Malaikat Izrael dan Nabi Idris beribadah bersama. Suatu kali, sekali lagi Nabi Idris mengajukan permintaan. “Bisakah engkau membawa saya melihat surga dan neraka?”

“Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Izrael.

Setelah Malaikat Izrael memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya.

“Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Izrael.

“Terus terang, saya takut sekali kepada Azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan, iman saya menjadi tebal setelah melihatnya,” Nabi Idris menjelaskan alasannya.

Waktu mereka sampai ke dekat neraka, Nabi Idris langsung pingsan. Penjaga neraka adalah Malaikat yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya. Nabi Idris tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang mengerikan itu. Api neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh menakutkan, tak ada pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat ini.

Dengan tubuh lemas Nabi Idris meninggalkan tempat yang mengerikan itu. Kemudian Izrael membawa Nabi Idris ke surga. “Assalamu’alaikum…” kata Izrael kepada Malaikat Ridwan, Malaikat penjaga pintu surga yang sangat tampan.

Wajah Malaikat Ridwan selalu berseri-seri di hiasi senyum ramah. Siapapun akan senang memandangnya. Sikapnya amat sopan, dengan lemah lembut ia mempersilahkan para penghuni surga untuk memasuki tempat yang mulia itu.

Waktu melihat isi surga, Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena terpesona. Semua yang ada di dalamnya begitu indah dan menakjubkan. Nabi Idris terpukau tanpa bisa berkata-kata melihat pemandangan sangat indah di depannya. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…” ucap Nabi Idris beulang-ulang.

Nabi Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di pinggir sungai terdapat pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan perak. Ada juga istana-istana pualam bagi penghuni surga. Pohon buah-buahan ada disetiap penjuru. Buahnya segar, ranum dan harum.

Waktu berkeliling di sana, Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka adalah para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang amat tampan wajahnya. Mereka bertingkah laku dan berbicara dengan sopan.

Mendadak Nabi Idris ingin minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali.”

“Silahkan minum, inilah minuman untuk penghuni surga.” Jawab Izrael. Pelayan surga datang membawakan gelas minuman berupa piala yang terbuat dari emas dan perak. Nabi Idris pun minum air itu dengan nikmat. Dia amat bersyukur bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu. “Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap syukur berulang-ulang.

Setelah puas melihat surga, tibalah waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk kembali ke bumi. Tapi ia tidak mau kembali ke bumi. Hatinya sudah terpikat keindahan dan kenikmatan surga Allah.

“Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,” kata Nabi Idris.

“Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah di hisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para Nabi dan orang yang beriman lainnya,” kata Izrael.

“Tapi Allah itu Maha Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah mengkaruniakan sebuah tempat yang mulia di langit, dan Nabi Idris menjadi satu-satunya Nabi yang menghuni surga tanpa mengalami kematian. Waktu diangkat ke tempat itu, Nabi Isris berusia 82 tahun.

Firman Allah:

“Dan ceritakanlah Idris di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS Al-Anbiya:85-86).

***
Pada saat Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit, beliau bertemu Nabi Idris. “Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad kepada Jibril yang mendampinginya waktu itu.

“Inilah Idris,” jawab Jibril. Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah tentang Idris dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta Surat Maryam ayat 56 dan 57.

Sumber Bacaan: Alkisah Nomor 01 / 3-16 Januari 2005

Gambar: http://www.eternalhell.net/Choices%20-%20heaven%20or%20hell.jpg

Selesai

0

DOSA PALING BESAR 1000 kali dosa orang berzina

Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan terhuyung-huyung. Pakaiannya yang serba hitam menandakan bahwa dia berada dalam duka cita yang mencekam. Kerudungnya menangkup rapat hampir seluruh wajahnya. Tanpa rias muka atau perhiasan menempel di tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman mukanya yang ayu, tidak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah merusak hidupnya. Ia melangkah terseret-seret mendekati kediaman rumah Nabi Musa AS.

Diketuknya pintu pelan-pelan sambil mengucapkan salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam “Silakan masuk”. Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk. Air matanya berderai tatkala ia berkata, “Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya, doakan saya agar Tuhan berkenan mengampuni dosa keji saya.” “Apakah dosamu wahai wanita ayu?” tanya Nabi Musa as terkejut. “Saya takut mengatakannya.” jawab wanita cantik. “Katakanlah jangan ragu-ragu!” desak Nabi Musa. Maka perempuan itu pun terpatah bercerita, “Saya ……telah berzina.” Kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak.

Perempuan itu meneruskan, “Dari perzinaan itu saya pun……lantas hamil. Setelah anak itu lahir, langsung saya……. Cekik lehernya sampai……tewas”, ucap wanita itu seraya menagis sejadi-jadinya. Nabi musa berapi-api matanya. dengan muka berang ia menghardik, “Perempuan bejad, enyah kamu dari sini! Agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu. Pergi!”, teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata karena jijik.

Perempuan berwajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut. dia terantuk-antuk ke luar dari dalam rumah Nabi Musa. Ratap tangisnya amat memilukan. Ia tak tahu harus kemana lagi hendak mengadu. Bahkan ia tak tahu mau di bawa kemana lagi kaki-kakinya. Bila seorang Nabi saja sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya? Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya.
Ia tidak tahu bahwa sepeninggalnya, Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Sang Ruhul Amin Jibril lalu bertanya, “Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertobat dari dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya?” Nabi Musa terperanjat. “Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?” Maka Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril.

“Betulkah Ada dosa yang lebih besar dari pada perempuan yang nista itu?” “Ada!” jawab Jibril dengan tegas. “Dosa apakah itu?” tanya Musa kian penasaran.
“Orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina.”
Mendengar penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusuk untuk memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut.

Nabi Musa menyadari, orang yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja dan tanpa penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa sembahyang itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti ia seakan-akan menganggap remeh perintah Tuhan, bahkan seolah-olah menganggap Tuhan tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya. Sedang orang yang bertobat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh berarti masih mempunyai iman di dadanya dan yakin bahwa Allah itu berada di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Tuhan pasti mau menerima kedatangannya.
Dalam salah satu hadits Nabi SAW disebutkan: Orang yang meninggalkan sholat lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang membakar 70 buah Al-Qur’an, membunuh 70 nabi dan bersetubuh dengan ibunya di dalam Ka’bah. dalam hadist yang lain disebutkan bahwa orang yang meninggalkan sholat sehingga terlewat waktu, kemudian Ia mengqadanya atau mengkhodohnya , maka Ia akan disiksa dalam neraka selama satu huqub. Satu huqub adalah delapan puluh tahun. Satu tahun terdiri dari 360 Hari, sedangkan satu Hari di akherat perbandingannya adalah seribu tahun di dunia. demikianlah kisah Nabi Musa dan wanita pezina dan dua hadist Nabi, mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi Kita dan timbul niat untuk melaksanakan kewajiban sholat dengan istiqomah.

0

Hadits Al-’Ajn, Mengepalkan Kedua Tangan Ketika Akan Berdiri Dalam Sholat

ุฃَู†َّ ุฑุณَูˆُู„ْ َุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูƒَุงู†َ ุฅِุฐَุง ู‚َุงู…َ ูِูŠ ุตَู„ุงَุชِู‡ِ ูˆَุถَุนَ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุนَู„َู‰ ุงู„ْุฃَุฑْุถِ ูƒَู…َุง ูŠَุถَุนُ ุงู„ْุนَุงุฌِู†ُ

Sesungguhnya Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam jika beliau (hendak) berdiri dalam sholatnya, beliau meletakkan kedua tangannya di atas bumi sebagaimana yang dilakukan oleh al-‘ajin (orang yang melakukan ‘ajn)”.
Sepanjang pemeriksaan kami, ada dua hadits yang menyebutkan tentang hal ini : 

• Hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma : 

ุฃَู†َّ ุฑุณَูˆُู„ْ َุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูƒَุงู†َ ุฅِุฐَุง ู‚َุงู…َ ูِูŠ ุตَู„ุงَุชِู‡ِ ูˆَุถَุนَ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุนَู„َู‰ ุงู„ْุฃَุฑْุถِ ูƒَู…َุง ูŠَุถَุนُ ุงู„ْุนَุงุฌِู†ُ

Sesungguhnya Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam jika beliau (hendak) berdiri dalam sholatnya, beliau meletakkan kedua tangannya di atas bumi sebagaimana yang dilakukan oleh al-‘ajin (orang yang melakukan ‘ajn)”.
Hadits ini disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Talkhish Al-Hab ir (1/466) dan An-Nawawy dalam Al-Majmu’ (3/421). 

Berkata Ibnu Ash-Sholah dalam komentar beliau terhadap Al-Wasith –sebagaimana dalam At-Talkhis- : “Hadits ini tidak shohih dan tidak dikenal serta tidak boleh berhujjah dengannya”.
Berkata An-Nawawy : “(Ini) hadits lemah atau batil, tidak ada asalnya”. 

• Berkata Al-Azroq bin Qois rahimahullah : 

ุฑَุฃَูŠْุชُ ุนَุจْุฏَ ุงู„ู„ู‡ِ ุจْู†َ ุนُู…َุฑَ ูˆَู‡ُูˆَ ูŠَุนْุฌِู†ُ ูِูŠ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉِ, ูŠَุนْุชَู…ِุฏُ ุนَู„َู‰ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุฅِุฐَุง ู‚َุงู…َ. ูَู‚ُู„ْุชُ : ู…َุง ู‡َุฐَุง ูŠَุง ุฃَุจَุง ุนَุจْุฏِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ؟ ู‚َุงู„َ : ุฑَุฃَูŠْุชُ ุฑุณَูˆُู„ْ َุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูŠَุนْุฌِู†ُ ูِูŠ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉِ, ูŠَุนْู†ِูŠ ุงุนْุชَู…َุฏَ

Saya melihat ‘Abdullah bin ‘Umar dalam keadaan melakukan ‘ajn dalam sholat, i’timad di atas kedua tangannya bila beliau berdiri. Maka saya bertanya : “Apa ini wahai Abu ‘Abdirrahman?”, beliau berkata : “Saya melihat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam melakukan ‘ajn dalam sholat –yaitu beri’timad”.
Diriwayatkan oleh Ath-Thobarony dalam Al-Awsath (4/213/4007) dan Abu Ishaq Al-Harby dalam Ghoribul Hadits (5/98/1) sebagaimana dalam Adh-Dho’ifah no. 967 dari jalan Yunus bin Bukair dari Al-Haitsam dari ‘Athiyah bin Qois dari Al-Azroq bin Qois. 

Al-Haitsam di sini adalah Al-Haitsam bin ‘Imran Ad-Dimasyqy, meriwayatkan darinya 5 orang dan tidak ada yang mentsiqohkannya kecuali Ibnu Hibban sebagaimana bisa dilihat dalam Ats-Tsiqot (2/296) dan Al-Jarh wat Ta’dil (4/2/82-83). Para ulama berbeda pendapat tentang kedudukan rowi yang seperti ini sifatnya dan yang benar di sisi kami –wal ‘ilmu ‘indallah- bahwa rowi yang seperti ini dihukumi sebagai rowi yang majhul hal (tidak diketahui keadaannya) yang membuat haditsnya tidak bisa diterima. 

Hadits ini juga bisa dihukumi sebagai hadits yang mungkar dari dua sisi : 

-Al-Haitsam ini menyelisihi Hammad bin Salamah –yang beliau ini lebih kuat hafalannya- dan juga ‘Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umary, yang keduanya meriwayatkan dari Al-Azroq bin Qois dengan lafazh “bahwa beliau bertumpu di atas bumi kedua tangan beliau” tanpa ada tambahan yang menunjukkan bahwa beliau mengepalkan kedua tangannya. 

-Hadits ini berisi tentang tuntunan sholat Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam yang setiap hari disaksikan oleh para shahabat dan sekaligus hadits ini merupakan ‘umdah (pokok satu-satunya) dalam masalah ini. Maka bisa dikatakan : Kenapa hadits ini bersamaan dengan sangat dibutuhkannya, perkaranya disaksikan setiap hari dan merupakan umdah dalam masalah ini hanya diriwayatkan dari jalan Al-Haitsam dari Al-Azroq dari Ibnu ‘Umar?!. Mana murid-murid senior Ibnu ‘Umar, seperti : Salim (anak beliau), Nafi’ dan lain-lainnya, kenapa mereka tidak meriwayatkan hadits ini dari Ibnu ‘Umar tapi justru diriwayatkan oleh orang yang tingkat kemasyhuran dan hafalannya biasa-biasa saja?! 

Dan termasuk perkara yang semakin menguatkan lemah hadits ini, yaitu bahwa para pengarang kitab hadits terkenal seperti ashhab kutubut tis’ah (Bukhary, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, Ibnu Majah, Malik, Ahmad dan Ad-Darimy) dan yang lainnya berpaling dari (baca : tidak) meriwayatkan hadits ini bersamaan dengan sangat dibutuhkannya dan isinya adalah suatu perkara yang disaksikan setiap hari, tapi yang meriwayatkannya hanya Imam Abu Ishaq Al-Harby dan Ath-Thobarony yang beliau ini terkenal sebagai hathibu lail (pencari kayu bakar di malam hari) yang artinya beliau hanya sekedar mengumpulkan riwayat tanpa menyaring mana yang shohih dan mana yang lemah. 


Wa fauqo kulli dzi ‘ilmin ‘alim .
Haditsnya diriwayatkan oleh Al-Baihaqy (2/135)
Haditsnya diriwayatkan oleh ‘Abdurrozzaq no. 2964 dan 2969

0

Bacaan Sholat Fardhu 5 Waktu

Sub Page ini Saya buat untuk rekan2 yang ingin memperdalam Sholat Fardhu dengan meyakini dimana Sholat merupakan sebuah Media (ritual) berkomunikasi antara Mahluk dengan Sang Pencipta Allah Swt. dan dikhususkan juga bagi rekan2 yang mualaf.
Sehingga Sholat terdeskripsi tidak hanya dengan menbunyikan Surah atau pun Doa, akan tetapi dengan mengerti, meyakini, berkomunikasi memohon penuh dengan kekhusyukan kepada Tuhan YME
Semoga posting ini dapat mengantarkan kita semua ke dalam Ridho Allah Swt. dan lebih serta kurangnya saya mohonkan bimbingan bantuan dari saudara2 sekalian terimakasih.
Maaf bila sub page ini dengan tidak mengurangi rasa hormat saya tidak sisipkan “baca selanjutnya / more tag”

DOA IFTITAH
ALLAAHU AKBARU KABIIRAA WAL HAMDU LILLAAHI KATSIIRAA WASUBHAANALLAAHI BUKRATAW WAASHIILAA.
Allah Maha Besar, Maha Sempurna Kebesaran-Nya. Segala Puji Bagi Allah, Pujian Yang Sebanyak-Banyaknya. Dan Maha Suci Allah Sepanjang Pagi Dan Petang.
INNII WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATHARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAM MUSLIMAW WAMAA ANA MINAL MUSYRIKIIN.
Kuhadapkan Wajahku Kepada Zat Yang Telah Menciptakan Langit Dan Bumi Dengan Penuh Ketulusan Dan Kepasrahan Dan Aku Bukanlah Termasuk Orang-Orang Yang Musyrik.
INNA SHALAATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAAHIRABBIL ‘AALAMIIN.
Sesungguhnya Sahalatku, Ibadahku, Hidupku Dan Matiku Semuanya Untuk Allah, Penguasa Alam Semesta.
LAA SYARIIKA LAHUU WA BIDZAALIKA UMIRTU WA ANA MINAL MUSLIMIIN.
Tidak Ada Sekutu Bagi-Nya Dan Dengan Demikianlah Aku Diperintahkan Dan Aku Termasuk Orang-Orang Islam.

AL-FATIHAH
BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM.
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
AL HAMDU LILLAAHI RABBIL ‘AALAMIIN.
Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Semesta Alam.
ARRAHMAANIR RAHIIM.
Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
MAALIKIYAUMIDDIIN.
Penguasa Hari Pembalasan.
IYYAAKA NA’BUDU WAIYYAAKA NASTA’IINU.
Hanya Kepada-Mu lah Aku Menyembah Dan Hanya Kepada-Mu lah Aku Memohon Pertolongan.
IHDINASH SHIRAATHAL MUSTAQIIM.
Tunjukilah Kami Jalan Yang Lurus.
SHIRAATHAL LADZIINA AN’AMTA ‘ALAIHIM GHAIRIL MAGHDHUUBI ‘ALAIHIM WALADHDHAALLIIN. AAMIIN.
Yaitu Jalannya Orang-Orang Yang Telah Kau Berikan Nikmat, Bukan Jalannya Orang-Orang Yang Kau Murkai Dan Bukan Pula Jalannya Orang-Orang Yang Sesat.

R U K U’
SUBHAANA RABBIYAL ‘ADZIIMI WA BIHAMDIH. – 3 x
Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung Dan Dengan Memuji-Nya.

I’TIDAL
SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH.
Semoga Allah Mendengar ( Menerima ) Pujian Orang Yang Memuji-Nya ( Dan Membalasnya ).
RABBANAA LAKAL HAMDU MIL’US SAMAAWATI WA MIL ‘ULARDHI WA MIL ‘UMAASYI’TA MIN SYAI’IN BA’DU.
Wahai Tuhan Kami ! Hanya Untuk-Mu lah Segala Puji, Sepenuh Langit Dan Bumi Dan Sepenuh Barang Yang Kau Kehendaki Sesudahnya.

SUJUD
SUBHAANA RABBIYAL A‘LAA WA BIHAMDIH. – 3 x
Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi Dan Dengan Memuji-Nya.

DUDUK DIANTARA DUA SUJUD
RABBIGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARFA’NII WARZUQNII WAHDINII WA’AAFINII WA’FU ‘ANNII.
Ya Tuhanku ! Ampunilah Aku, Kasihanilah Aku, Cukupkanlah ( Kekurangan )-Ku, Angkatlah ( Derajat )-Ku, Berilah Aku Rezki, Berilah Aku Petunjuk, Berilah Aku Kesehatan Dan Maafkanlah ( Kesalahan )-Ku.

TASYAHUD AWAL
ATTAHIYYAATUL MUBAARAKAATUSH SHALAWATUTH THAYYIBAATU LILLAAH.
Segala Kehormatan, Keberkahan, Rahmat Dan Kebaikan Adalah Milik Allah.
ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WARAHMATULLAAHI WABARAKAATUH.
Semoga Keselamatan, Rahmat Allah Dan Berkah-Nya ( Tetap Tercurahkan ) Atas Mu, Wahai Nabi.
ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBADADILLAAHISH SHAALIHIIN.
Semoga Keselamatan ( Tetap Terlimpahkan ) Atas Kami Dan Atas Hamba-Hamba Allah Yang Saleh.
ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH. WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH.
Aku Bersaksi Bahwa Tidak Ada Tuhan Selain Allah. Dan Aku Bersaksi Bahwa Muhammad Adalah Utusan Allah.
ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD.
Wahai Allah ! Limpahkanlah Rahmat Kepada Penghulu Kami, Nabi Muhammad !.

TASYAHUD AKHIR
ATTAHIYYAATUL MUBAARAKAATUSH SHALAWATUTH THAYYIBAATU LILLAAH.
Segala Kehormatan, Keberkahan, Rahmat Dan Kebaikan Adalah Milik Allah.
ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WARAHMATULLAAHI WABARAKAATUH.
Semoga Keselamatan, Rahmat Allah Dan Berkah-Nya ( Tetap Tercurahkan ) Atas Mu, Wahai Nabi.
ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBADADILLAAHISH SHAALIHIIN.
Semoga Keselamatan ( Tetap Terlimpahkan ) Atas Kami Dan Atas Hamba-Hamba Allah Yang Saleh.
ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH. WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH.
Aku Bersaksi Bahwa Tidak Ada Tuhan Selain Allah. Dan Aku Bersaksi Bahwa Muhammad Adalah Utusan Allah.
ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD ( tasyahud awal ) WA ‘ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD.
Wahai Allah ! Limpahkanlah Rahmat Kepada Penghulu Kami, Nabi Muhammad Dan Kepada Keluarga Penghulu Kami Nabi Muhammad.
KAMAA SHALLAITAA ‘ALAA SAYYIDINAA IBRAAHIIM WA ‘ALAA AALI SAYYIDINAA IBRAAHIIM.
Sebagaimana Telah Engkau Limpahkan Rahmat Kepada Penghulu Kami, Nabi Ibrahim Dan Kepada Keluarganya.
WA BAARIK ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD.
Dan Limpahkanlah Berkah Kepada Penghulu Kami, Nabi Muhammad Dan Kepada Keluarganya.
KAMAA BAARAKTA ‘ALAA SAYYIDINAA IBRAAHIIM WA ‘ALAA AALI SAYYIDINAA IBRAAHIIM.
Sebagaimana Telah Engkau Limpahkan Berkah Kepada Penghulu Kami, Nabi Ibrahim Dan Kepada Keluarganya.
FIL ‘AALAMIINA INNAKA HAMIIDUMMAJIID. YAA MUQALLIBAL QULUUB. TSABBIT QALBII ‘ALAA DIINIK.
Sungguh Di Alam Semesta Ini, Engkau Maha Terpuji Lagi Maha Mulia. Wahai Zat Yang Menggerakkan Hati. Tetapkanlah Hatiku Pada Agama-Mu.

0

Najis ======>

1. Pengertian Najis.
Najis adalah setiap benda yang dianggap kotor oleh syariat islam dan wajib dibersihkan karena menjadi penghalang seseorang dalam beribadah kepada allah s.w.t.

2. Benda - Benda Najis.
Benda - benda yang termasuk najis adalah:
- Bangkai (Selain bangkai manusia, ikan dan belalang) termasuk kulit dan bulunya.
- Darah.
- Nanah
- Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur, kecuali Air Mani.
- Semua jenis minuman keras.
- Anjing dan Babi.
- Bagian yang di potong dari binatang yang masih hidup (selain bulu hewan yang dagingnya dimakan seperti wol atau minyak misik).
- Susu binatang yang dagingnya tidak dimakan (selain air susu ibu)



3. Pembagian Najis Dan Cara Menyusikannya.
Para Fuqaha (Ahli Fiqih) membagi Najis dalam 3 bagian:
a. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan), yaitu air kencing bayi laki-laki yang berumur 2 tahun dan belum pernah memakan apa-apa selain air susu ibunya. Cara menyucikannya cukup dengan memercikan air pada bagian atau tempat yang terkena najis itu hingga basah semua.
b. Najis Mutawassithat (Najis Sedang). yaitu darah, nanah, bangkai (selain bangkai manusia, ikan dan belalang), kencing bayi perempuan (walaupun belum berusia 2 tahun dan hanya meminum air susu ibu).
Najis Mutawassithah ada dua macam, yaitu:
- Najis Ainiyah, yaitu Najis yang berwujud (dapat dilihat ? diraba). Cara menyuci najis ini dengan menyiramkannya sampai bersih, hingga hilang warna, bau dan rasanya.
- Najis Hukmiyah, yaitu najis yang tak tampak wujudnya (bekas air kencing). Cara menyucikannya dengan menyiramkan air walaupun satu kali saja pada tempat yang terkena najis itu.
c. Najis Mughallazhah (Najis Berat), yaitu Najis Anjing dan Babi serta keturunannya. Cara menyucikanya adalah dengan membasuh 7 kali, dan salah satunya di campur dengan tanah.

4. Najis Yang Dimaaf.
Beberapa Najis yang di maafkan keberadaannya (tidak wajib di cuci / dibersihkan) jika menempel pada badan, pakaian, tempat orang sholat. Diantaranya:
- Darah dari binatang yang tidak mengalir darahnya (darah nyamuk).
- Nanah bisul, yang bercampur darah / tidak.
- Darah Jerawat, sedikit ataupun banyak.

Beberapa najis yang dimaaf jika jatuh di air / zat cair:
- Bulu yang najis, jika sedikit.
- Bangkai binatang yang tidak mengalir darahnya (nyamuk, kutu, semut, lalat, kalajengking, kecoa. Jika jatuh ke air / zat cair dan mati dengan sendirinya (tidak sengaja ditaruh atau dimatikan).
- Najis yang tak terlihat mata biasa karena sedikitnya.
- Paruh burung atau mulut tikus, jika bersentuhan dengan air / zat cair.
- Debu yang bercampur najis.

0

Tata Cara Shalat

Pertama kali, berdirilah dengan posisi tegak sambil mengadap Kiblat. Berniatlah untuk melaksanakan shalat dan tentukan jenis shalat yang ingin Anda kerjakan (shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya` atau Shubuh).
Bacalah takbiratul ihram (Allฤhu Akbar) dan bersamaan dengan itu angkatlah kedua tangan Anda seperti terlihat di gambar.
Bacalah surah Al-Fฤtihah sebagai berikut:
ุจِุณْู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู…ِ، ุงู„ْุญَู…ْุฏُ ِู„ู„ู‡ِ ุฑَุจِّ ุงู„ْุนَุงู„َู…ِูŠْู†َ، ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู…ِ، ู…َุงู„ِูƒِ ูŠَูˆْู…ِ ุงู„ุฏِّูŠْู†ِ، ุฅูŠَّุงูƒَ ู†َุนْุจُุฏُ ูˆَ ุฅูŠَّุงูƒَ ู†َุณْุชَุนِูŠْู†ُ، ุงู‡ْุฏِู†َุง ุงู„ุตِّุฑَุงุทَ ุงู„ْู…ُุณْุชَู‚ِูŠْู…َ، ุตِุฑَุงุทَ ุงู„َّุฐِูŠْู†َ ุฃَู†ْุนَู…ْุชَ ุนَู„َูŠْู‡ِู…ْ ุบَูŠْุฑِ ุงู„ْู…َุบْุถُูˆْุจِ ุนَู„َูŠْู‡ِู…ْ ูˆَู„ุงَ ุงู„ุถَّุงู„ِّูŠْู†َ
(Bismillฤhirrohmฤnirrohฤซm ▪ Alhamdulillฤhi robbil ‘ฤ€lฤmฤซn ▪ Arrohmฤnirrohฤซm ▪ Mฤliki yaumiddฤซn ▪ Iyyฤka na’budu wa iyyฤka nasta’ฤซn ▪ Ihdinash shirลthol mustaqฤซm ▪ Shirลthol ladzฤซna an’amta ‘alaihim ghoiril maghdhลซbi ‘alaihim waladh dhลllฤซn)
Kemudian bacalah satu surah sempurna dari sarah-surah Al Quran. Seperti:
ู‚ُู„ْ ู‡ُูˆَ ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَุญَุฏٌ، ุงู„ู„ู‡ُ ุงู„ุตَّู…َุฏُ، ู„َู…ْ ูŠَู„ِุฏْ ูˆَู„َู…ْ ูŠُูˆْู„َุฏْ، ูˆَ ู„َู…ْ ูŠَูƒُู†ْ ู„َู‡ُ ูƒُูُูˆًุง ุฃَุญَุฏٌ
(Qul huwallลhu ahad ▪ Allลhush shamad ▪ Lam yalid wa lam yลซlad ▪ Wa lam yakul lahลซ kufuwan ahad)
Setelah itu, ruku’lah dan baca:
ุณُุจْุญَุงู†َ ุฑَุจِّูŠَ ุงู„ْุนَุธِูŠْู…ِ ูˆَุจِุญَู…ْุฏِู‡ِ
(Subhฤ robbiyal ‘azhฤซmi wa bihamdih)
 
Kemudian bangunlah dari ruku’ sambil membaca:
ุณَู…ِุนَ ุงู„ู„ู‡ُ ู„ِู…َู†ْ ุญَู…ِุฏَู‡ُ
(Sami’allลhu liman hamidah)
 
Setelah itu, sujudlah dan baca:
ุณُุจْุญًุงู†َ ุฑَุจِّูŠَ ุงْู„ุฃุนْู„َู‰ ูˆَุจِุญَู…ْุฏِู‡ِ
(Subhฤna rabbiyal a’lฤ wa bihamdih)
 
Kemudian duduklah di antara dua sujud seraya membaca:
ุฃَุณْุชَุบْูِุฑُ ุงู„ู„ู‡َ ุฑَุจِّูŠْ ูˆَ ุฃุชُูˆْุจُ ุฅู„َูŠْู‡ِ
(Astaughfirullลha rabbฤซ wa atลซbu ilaih)
Kemudian sujudlah untuk kedua kalinya seraya membaca bacaan sujud di atas.
Duduklah sejenak setelah bangun dari sujud dan sebelum berdiri untuk melanjutkan rakaat berikutnya.
Berdirilah kembali untuk melaksanakan rakaat kedua sambil membaca:
ุจِุญَูˆْู„ِ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَ ู‚ُูˆَّุชِู‡ِ ุฃَู‚ُูˆْู…ُ ูˆَ ุฃَู‚ْุนُุฏُ
(Bihaulillฤhi wa quwatihฤซ aqลซmu wa aq’ud)
Dalam posisi berdiri itu, bacalah surah Al-Fฤtihah dan satu surah dari surah-surah Al-Quran.
Sebelum Anda melaksanakan ruku’ untuk rakaat kedua, bacalah qunut. Di dalam qunut Anda bebas membaca doa sesuai dengan keinginan Anda. Seperti doa memintakan ampun untuk kedua orang tua:
ุฑَุจِّ ุงุบْูِุฑْ ู„ِูŠْ ูˆَ ู„ِูˆَุงู„ِุฏَูŠَّ ูˆَ ุงุฑْุญَู…ْู‡ُู…َุง ูƒَู…َุง ุฑَุจَّูŠَุงู†ِูŠْ ุตَุบِูŠْุฑًุง
(Rabbighfir lฤซ wa liwฤlidaiyya war hanhumฤ kamฤ rabbayฤnฤซ shaghฤซrฤ)
Lakukanlah ruku’ dan bacalah bacaan ruku’ di atas.
Lalu berdirilah dari ruku’ sambil membaca bacaan di atas.
Kemudian sujudlah dan baca doa sujud di atas.
Kemudian duduklah di antara dua sujud seraya membaca bacaan di atas.
Lalu sujudlah untuk kedua kalinya dan baca bacaan sujud di atas.
Setelah itu, duduklah dan baca bacaan tasyahhud pertama sebagai berikut:
ุฃَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†ْ ู„ุงَ ุฅِู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ُ ูˆَุญْุฏَู‡ُ ู„ุงَ ุดَุฑِูŠْูƒََ ู„َู‡ُ ูˆَ ุฃَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†َّ ู…ُุญَู…َّุฏًุง ุนَุจْุฏُู‡ُ ูˆَ ุฑَุณُูˆْู„ُู‡ُ، ุฃَู„ู„َّู‡ُู…َّ ุตَู„ِّ ุนَู„ู‰َ ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูˆَ ุขู„ِ ู…ُุญَู…َّุฏٍ
(Asyhadu an lฤ ilฤha illallลhu wahdahลซ lฤ syarฤซka lah ▪ Wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhลซ wa rasลซluh ▪ Allลhumma shalli ‘alฤ Muhammadin wa ฤ€li Muhammad)
Kemudian berdirilah sambil membaca bacaan ketika berdiri di atas. Untuk rakaat ketiga dan keempat, sebagai ganti dari surah Al-Fatihah, Anda dapat membaca bacaan berikut ini:
ุณُุจْุญَุงู†َ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَ ุงู„ْุญَู…ْุฏُ ِู„ู„ู‡ِ ูˆَ ู„ุงَ ุฅِู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ُ ูˆَ ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ
(Subhฤnallลh wal hamdulillฤh wa lฤ ilฤha illallลh wallลhu akbar).
Pada rakaat ketiga dan keempat ini Anda tidak perlu membaca surah apapun.
Setelah Anda selesai melaksanakan ruku’ dan sujud untuk kedua rakaat, Anda harus duduk untuk melaksanakan tasyahhud terakhir seraya membaca bacaan tasyahhud pertama di atas. Setelah itu, bacalah bacaan salam berikut sebagai penutup shalat Anda:
ุงَู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒَ ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„ู†َّุจِูŠُّ ูˆَ ุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَ ุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ، ุงَู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْู†َุง ูˆَ ุนَู„ู‰َ ุนِุจَุงุฏِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุตَّุงู„ِุญِูŠْู†َ، ุงَู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَ ุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَ ุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ
(Assalฤmu‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullฤhi wa barakฤtuh ▪ Assalฤmu’alainฤ wa ‘alฤ ‘ibฤdillฤhish shลlihฤซn ▪ Assalฤmu’alaikum wa rahmatullฤhi wa barakฤtuh).

Catatan!

Untuk shalat wajib yang kurang dari empat rakaat, seperti Maghrib dan Shubuh, hanya rakaat ketiga dan keempat yang dapat dihilangkan. Sementara rakaat kedua dan ketiga harus tetap dilaksanakan.

1

Keutamaan Al-Qur`an

Allah Ta’ala berfirman:
ูˆุฃู†ุฒู„ู†ุง ุฅู„ูŠูƒ ุงู„ูƒุชุงุจ ุจุงู„ุญู‚ ู…ุตุฏู‚ุง ู„ู…ุง ุจูŠู† ูŠุฏูŠู‡ ู…ู† ุงู„ูƒุชุงุจ ูˆู…ู‡ูŠู…ู†ุง ุนู„ูŠู‡
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (QS. Al-Maidah: 48)
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Batu ujian adalah yang terpercaya, Al-Qur`an adalah terpercaya di atas seluruh kitab sebelumnya.”
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
ู„َุง ุญَุณَุฏَ ุฅِู„َّุง ูِูŠ ุงุซْู†َุชَูŠْู†ِ ุฑَุฌُู„ٌ ุขุชَุงู‡ُ ุงู„ู„َّู‡ُ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ูَู‡ُูˆَ ูŠَู‚ُูˆู…ُ ุจِู‡ِ ุขู†َุงุกَ ุงู„ู„َّูŠْู„ِ ูˆَุขู†َุงุกَ ุงู„ู†َّู‡َุงุฑِ ูˆَุฑَุฌُู„ٌ ุขุชَุงู‡ُ ุงู„ู„َّู‡ُ ู…َุงู„ًุง ูَู‡ُูˆَ ูŠُู†ْูِู‚ُู‡ُ ุขู†َุงุกَ ุงู„ู„َّูŠْู„ِ ูˆَุขู†َุงุกَ ุงู„ู†َّู‡َุงุฑِ
“Tidak boleh ada hasad (kecemburuan) kecuali pada dua hal. (Pertama) kepada seorang yang telah diberi Allah (hafalan) Al Qur`an, sehingga ia membacanya siang dan malam. (Kedua) kepada seorang yang dikaruniakan Allah harta kekayaan, lalu dibelanjakannya harta itu siang dan malam (di jalan Allah).” (HR. Al-Bukhari no. 4638 dan Muslim no. 1350)
Dari Utsman radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
ุฎَูŠْุฑُูƒُู…ْ ู…َู†ْ ุชَุนَู„َّู…َ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ูˆَุนَู„َّู…َู‡ُ
“Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 4639)
Dari ‘Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ุงู„ْู…َุงู‡ِุฑُ ุจِุงู„ْู‚ُุฑْุขู†ِ ู…َุนَ ุงู„ุณَّูَุฑَุฉِ ุงู„ْูƒِุฑَุงู…ِ ุงู„ْุจَุฑَุฑَุฉِ ูˆَุงู„َّุฐِูŠ ูŠَู‚ْุฑَุฃُ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ูˆَูŠَุชَุชَุนْุชَุนُ ูِูŠู‡ِ ูˆَู‡ُูˆَ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุดَุงู‚ٌّ ู„َู‡ُ ุฃَุฌْุฑَุงู†ِ
“Orang yang mahir membaca Al Qur`an, maka kedudukannya di akhirat ditemani oleh para malaikat yang mulia. Dan orang yang membaca Al Qur`an dengan tertatah-tatah, ia sulit dalam membacanya, maka ia mendapat dua pahala.” (HR. Muslim no. 1329)
Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
ู…َุซَู„ُ ุงู„َّุฐِูŠ ูŠَู‚ْุฑَุฃُ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ูƒَุงู„ْุฃُุชْุฑُุฌَّุฉِ ุทَุนْู…ُู‡َุง ุทَูŠِّุจٌ ูˆَุฑِูŠุญُู‡َุง ุทَูŠِّุจٌ ูˆَุงู„َّุฐِูŠ ู„َุง ูŠَู‚ْุฑَุฃُ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ูƒَุงู„ุชَّู…ْุฑَุฉِ ุทَุนْู…ُู‡َุง ุทَูŠِّุจٌ ูˆَู„َุง ุฑِูŠุญَ ู„َู‡َุง ูˆَู…َุซَู„ُ ุงู„ْูَุงุฌِุฑِ ุงู„َّุฐِูŠ ูŠَู‚ْุฑَุฃُ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ูƒَู…َุซَู„ِ ุงู„ุฑَّูŠْุญَุงู†َุฉِ ุฑِูŠุญُู‡َุง ุทَูŠِّุจٌ ูˆَุทَุนْู…ُู‡َุง ู…ُุฑٌّ ูˆَู…َุซَู„ُ ุงู„ْูَุงุฌِุฑِ ุงู„َّุฐِูŠ ู„َุง ูŠَู‚ْุฑَุฃُ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ูƒَู…َุซَู„ِ ุงู„ْุญَู†ْุธَู„َุฉِ ุทَุนْู…ُู‡َุง ู…ُุฑٌّ ูˆَู„َุง ุฑِูŠุญَ ู„َู‡َุง
“Perumpamaan orang yang membaca Al Qur`an adalah seperti buah Utrujjah, rasanya lezat dan baunya juga sedap. Sedang orang yang tidak membaca Al Qur`an adalah seperti buah kurma, rasanya manis, namun baunya tidak ada. Adapun orang Fajir yang membaca Al Qur`an adalah seperti buah Raihanah, baunya harum, namun rasanya pahit. Dan perumpamaan orang Fajir yang tidak membaca Al Qur`an adalah seperti buah Hanzhalah, rasanya pahit dan baunya juga tidak sedap.” (HR. Al-Bukhari no. 4632 dan Muslim no. 1328)
Para malaikat juga ada yang mempunyai tugas khusus turun untuk mendengarkan bacaan orang yang membaca Al-Qur`an. Abu Said Al Khudri radhiallahu anhu bercerita:
ุฃَู†َّ ุฃُุณَูŠْุฏَ ุจْู†َ ุญُุถَูŠْุฑٍ ุจَูŠْู†َู…َุง ู‡ُูˆَ ู„َูŠْู„َุฉً ูŠَู‚ْุฑَุฃُ ูِูŠ ู…ِุฑْุจَุฏِู‡ِ ุฅِุฐْ ุฌَุงู„َุชْ ูَุฑَุณُู‡ُ ูَู‚َุฑَุฃَ ุซُู…َّ ุฌَุงู„َุชْ ุฃُุฎْุฑَู‰ ูَู‚َุฑَุฃَ ุซُู…َّ ุฌَุงู„َุชْ ุฃَูŠْุถًุง ู‚َุงู„َ ุฃُุณَูŠْุฏٌ ูَุฎَุดِูŠุชُ ุฃَู†ْ ุชَุทَุฃَ ูŠَุญْูŠَู‰ ูَู‚ُู…ْุชُ ุฅِู„َูŠْู‡َุง ูَุฅِุฐَุง ู…ِุซْู„ُ ุงู„ุธُّู„َّุฉِ ูَูˆْู‚َ ุฑَุฃْุณِูŠ ูِูŠู‡َุง ุฃَู…ْุซَุงู„ُ ุงู„ุณُّุฑُุฌِ ุนَุฑَุฌَุชْ ูِูŠ ุงู„ْุฌَูˆِّ ุญَุชَّู‰ ู…َุง ุฃَุฑَุงู‡َุง ู‚َุงู„َ ูَุบَุฏَูˆْุชُ ุนَู„َู‰ ุฑَุณُูˆู„ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูَู‚ُู„ْุชُ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุจَูŠْู†َู…َุง ุฃَู†َุง ุงู„ْุจَุงุฑِุญَุฉَ ู…ِู†ْ ุฌَูˆْูِ ุงู„ู„َّูŠْู„ِ ุฃَู‚ْุฑَุฃُ ูِูŠ ู…ِุฑْุจَุฏِูŠ ุฅِุฐْ ุฌَุงู„َุชْ ูَุฑَุณِูŠ ูَู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุงู‚ْุฑَุฃْ ุงุจْู†َ ุญُุถَูŠْุฑٍ ู‚َุงู„َ ูَู‚َุฑَุฃْุชُ ุซُู…َّ ุฌَุงู„َุชْ ุฃَูŠْุถًุง ูَู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุงู‚ْุฑَุฃْ ุงุจْู†َ ุญُุถَูŠْุฑٍ ู‚َุงู„َ ูَู‚َุฑَุฃْุชُ ุซُู…َّ ุฌَุงู„َุชْ ุฃَูŠْุถًุง ูَู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุงู‚ْุฑَุฃْ ุงุจْู†َ ุญُุถَูŠْุฑٍ ู‚َุงู„َ ูَุงู†ْุตَุฑَูْุชُ ูˆَูƒَุงู†َ ูŠَุญْูŠَู‰ ู‚َุฑِูŠุจًุง ู…ِู†ْู‡َุง ุฎَุดِูŠุชُ ุฃَู†ْ ุชَุทَุฃَู‡ُ ูَุฑَุฃَูŠْุชُ ู…ِุซْู„َ ุงู„ุธُّู„َّุฉِ ูِูŠู‡َุง ุฃَู…ْุซَุงู„ُ ุงู„ุณُّุฑُุฌِ ุนَุฑَุฌَุชْ ูِูŠ ุงู„ْุฌَูˆِّ ุญَุชَّู‰ ู…َุง ุฃَุฑَุงู‡َุง ูَู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุชِู„ْูƒَ ุงู„ْู…َู„َุงุฆِูƒَุฉُ ูƒَุงู†َุชْ ุชَุณْุชَู…ِุนُ ู„َูƒَ ูˆَู„َูˆْ ู‚َุฑَุฃْุชَ ู„َุฃَุตْุจَุญَุชْ ูŠَุฑَุงู‡َุง ุงู„ู†َّุงุณُ ู…َุง ุชَุณْุชَุชِุฑُ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ
“Pada suatu malam, Usaid bin Hudlair membaca (surat Al Kahfi) di tempat penambatan kudanya. Tiba-tiba kudanya meloncat, ia membaca lagi, dan kuda itupun meloncat lagi. Kemudian ia membaca lagi, dan kuda itu meloncat kembali. Usaid berkata, “Saya khawatir kuda itu akan menginjak Yahya, maka aku pun berdiri ke arahnya. Ternyata (aku melihat) sepertinya ada Zhullah (sesuatu yang menaungi) di atas kepalaku, di dalamnya terdapat cahaya yang menjulang ke angkasa hingga aku tidak lagi melihatnya. Maka pada pagi harinya, aku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, semalam saya membaca (Al Qur`an) di tempat penambatan kudaku namun tiba-tiba kudaku meloncat.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah wahai Ibnu Hudlair.” Kemudian aku pun membacanya lagi, dan kuda itu juga meloncat kembali. Beliau bersabda: “Bacalah wahai Ibnu Hudlair.” Kemudian aku pun membacanya lagi, dan kuda itu juga meloncat kembali. Beliau bersabda lagi, “Bacalah wahai Ibnu Hudlair.” Ibnu Hudlair berkata; Maka sesudah itu, akhirnya saya beranjak. Saat itu Yahya dekat dengan kuda, maka saya khawatir kuda itu akan menginjaknya. Kemudian saya melihat sesuatu seperti Zhullah (sesuatu yang menaungi) yang di dalamnya terdapat cahaya yang naik ke atas angkasa hingga saya tidak lagi melihatnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Itu adalah Malaikat yang sedang menyimak bacaanmu, sekiranya kamu terus membaca, niscaya pada pagi harinya manusia akan melihatnya dan Malaikat itu tidak bisa menutup diri dari pandangan mereka.” (HR. Muslim no. 1327)
Disunnahkan untuk mendengarkan bacaan Al-Qur`an, meminta orang yang hafal untuk membacanya, menangis ketika membaca dan mendengarnya, serta mentadabburi kandungannya. Semua ini dipetik dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu bahwa dia berkata:
ู‚َุงู„َ ู„ِูŠ ุงู„ู†َّุจِูŠُّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุงู‚ْุฑَุฃْ ุนَู„َูŠَّ ู‚ُู„ْุชُ ุขู‚ْุฑَุฃُ ุนَู„َูŠْูƒَ ูˆَุนَู„َูŠْูƒَ ุฃُู†ْุฒِู„َ ู‚َุงู„َ ูَุฅِู†ِّูŠ ุฃُุญِุจُّ ุฃَู†ْ ุฃَุณْู…َุนَู‡ُ ู…ِู†ْ ุบَูŠْุฑِูŠ ูَู‚َุฑَุฃْุชُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุณُูˆุฑَุฉَ ุงู„ู†ِّุณَุงุกِ ุญَุชَّู‰ ุจَู„َุบْุชُ: { ูَูƒَูŠْูَ ุฅِุฐَุง ุฌِุฆْู†َุง ู…ِู†ْ ูƒُู„ِّ ุฃُู…َّุฉٍ ุจِุดَู‡ِูŠุฏٍ ูˆَุฌِุฆْู†َุง ุจِูƒَ ุนَู„َู‰ ู‡َุคُู„َุงุกِ ุดَู‡ِูŠุฏًุง }.ู‚َุงู„َ ุฃَู…ْุณِูƒْ ูَุฅِุฐَุง ุนَูŠْู†َุงู‡ُ ุชَุฐْุฑِูَุงู†ِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku: “Bacakanlah Al Qur’an kepadaku! Aku berkata; Bagaimana aku membacakan kepadamu, padahal Al Qur’an diturunkan kepadamu? Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari orang lain.” Lalu aku membacakan kepada beliau surat An Nisa` hingga tatkala sampai ayat, “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu.” (QS. An Nisa`: 41).” Beliau berkata, ‘Cukup.’ Dan ternyata beliau mencucurkan air mata (menangis).” (HR. Al-Bukhari no. 4216 dan Muslim no. 1332)
Ini adalah keutamaan umum untuk semua ayat dalam Al-Qur`an. Hanya saja ada dalil-dalil khusus yang menyebutkan keutamaan sebagian surah dalam Al-Qur`an, di antaranya:
a.    Keutamaan Al-Fatihah.
Dari Abu Sa’id bin Al Mu’alla radhiallahu anhu dia berkata:
ูƒُู†ْุชُ ุฃُุตَู„ِّูŠ ูِูŠ ุงู„ْู…َุณْุฌِุฏِ ูَุฏَุนَุงู†ِูŠ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูَู„َู…ْ ุฃُุฌِุจْู‡ُ ูَู‚ُู„ْุชُ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฅِู†ِّูŠ ูƒُู†ْุชُ ุฃُุตَู„ِّูŠ ูَู‚َุงู„َ ุฃَู„َู…ْ ูŠَู‚ُู„ْ ุงู„ู„َّู‡ُ: { ุงุณْุชَุฌِูŠุจُูˆุง ู„ِู„َّู‡ِ ูˆَู„ِู„ุฑَّุณُูˆู„ِ ุฅِุฐَุง ุฏَุนَุงูƒُู…ْ ู„ِู…َุง ูŠُุญْูŠِูŠูƒُู…ْ }. ุซُู…َّ ู‚َุงู„َ ู„ِูŠ ู„َุฃُุนَู„ِّู…َู†َّูƒَ ุณُูˆุฑَุฉً ู‡ِูŠَ ุฃَุนْุธَู…ُ ุงู„ุณُّูˆَุฑِ ูِูŠ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†ِ ู‚َุจْู„َ ุฃَู†ْ ุชَุฎْุฑُุฌَ ู…ِู†ْ ุงู„ْู…َุณْุฌِุฏِ ุซُู…َّ ุฃَุฎَุฐَ ุจِูŠَุฏِูŠ ูَู„َู…َّุง ุฃَุฑَุงุฏَ ุฃَู†ْ ูŠَุฎْุฑُุฌَ ู‚ُู„ْุชُ ู„َู‡ُ ุฃَู„َู…ْ ุชَู‚ُู„ْ ู„َุฃُุนَู„ِّู…َู†َّูƒَ ุณُูˆุฑَุฉً ู‡ِูŠَ ุฃَุนْุธَู…ُ ุณُูˆุฑَุฉٍ ูِูŠ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†ِ ู‚َุงู„َ ุงู„ْุญَู…ْุฏُ ู„ِู„َّู‡ِ ุฑَุจِّ ุงู„ْุนَุงู„َู…ِูŠู†َ ู‡ِูŠَ ุงู„ุณَّุจْุนُ ุงู„ْู…َุซَุงู†ِูŠ ูˆَุงู„ْู‚ُุฑْุขู†ُ ุงู„ْุนَุธِูŠู…ُ ุงู„َّุฐِูŠ ุฃُูˆุชِูŠุชُู‡ُ
“Suatu saat saya sedang melaksanakan shalat di masjid, tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilku namun saya tidak menjawab panggilannya hingga shalatku selesai. Setelah itu, saya menemui beliau dan berkata; “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya pada waktu itu saya sedang shalat.” Beliau bersabda: “Bukankah Allah ‘azza wajalla telah berfirman; ‘Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu.’” Beliau bersabda lagi: “Sungguh, saya akan mengajarimu tentang surat yang paling agung yang terdapat di dalam Al Qur`an sebelum kamu keluar dari Masjid.” Kemudian beliau memegang tanganku, dan saat beliau hendak keluar Masjid, saya pun berkata; “Bukankah engkau berjanji; ‘Saya akan mengajarimu surat yang paling agung yang terdapat di dalam Al Qur`an.’ Beliau menjawab; (Yaitu surat) AL HAMDU LILLAHI RABBIL ‘AALAMIIN (Segala puji bagi Allah, Rabb semesta Alam), ia adalah As Sab’u Al Matsani, dan Al Qur`an Al Azhim yang telah diwahyukan kepadaku.” (HR. Al-Bukhari no. 4114)
b.    Keutamaan Al-Baqarah dan Ali Imran.
Abu Umamah Al Bahili radhiallahu anhu berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ุงู‚ْุฑَุกُูˆุง ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ูَุฅِู†َّู‡ُ ูŠَุฃْุชِูŠ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ุดَูِูŠุนًุง ู„ِุฃَุตْุญَุงุจِู‡ِ ุงู‚ْุฑَุกُูˆุง ุงู„ุฒَّู‡ْุฑَุงูˆَูŠْู†ِ ุงู„ْุจَู‚َุฑَุฉَ ูˆَุณُูˆุฑَุฉَ ุขู„ِ ุนِู…ْุฑَุงู†َ ูَุฅِู†َّู‡ُู…َุง ุชَุฃْุชِูŠَุงู†ِ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ูƒَุฃَู†َّู‡ُู…َุง ุบَู…َุงู…َุชَุงู†ِ ุฃَูˆْ ูƒَุฃَู†َّู‡ُู…َุง ุบَูŠَุงูŠَุชَุงู†ِ ุฃَูˆْ ูƒَุฃَู†َّู‡ُู…َุง ูِุฑْู‚َุงู†ِ ู…ِู†ْ ุทَูŠْุฑٍ ุตَูˆَุงูَّ ุชُุญَุงุฌَّุงู†ِ ุนَู†ْ ุฃَุตْุญَุงุจِู‡ِู…َุง ุงู‚ْุฑَุกُูˆุง ุณُูˆุฑَุฉَ ุงู„ْุจَู‚َุฑَุฉِ ูَุฅِู†َّ ุฃَุฎْุฐَู‡َุง ุจَุฑَูƒَุฉٌ ูˆَุชَุฑْูƒَู‡َุง ุญَุณْุฑَุฉٌ ูˆَู„َุง ุชَุณْุชَุทِูŠุนُู‡َุง ุงู„ْุจَุทَู„َุฉُ
“Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang memberi syafa’at kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti. Bacalah Zahrawain, yakni surat Al Baqarah dan Ali Imran, karena keduanya akan datang pada hari kiamat nanti, seperti dua tumpuk awan menaungi pembacanya, atau seperti dua kelompok burung yang sedang terbang dalam formasi hendak membela pembacanya. Bacalah Al Baqarah, karena dengan membacanya akan memperoleh barokah, dan dengan tidak membacanya akan menyebabkan penyesalan, dan para penyihir tidak mampu membacanya.” (HR. Muslim no. 1337)
c.    Keutamaan Ayat Kursi
Dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu dia berkata:
ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ูŠَุง ุฃَุจَุง ุงู„ْู…ُู†ْุฐِุฑِ ุฃَุชَุฏْุฑِูŠ ุฃَูŠُّ ุขูŠَุฉٍ ู…ِู†ْ ูƒِุชَุงุจِ ุงู„ู„َّู‡ِ ู…َุนَูƒَ ุฃَุนْุธَู…ُ ู‚َุงู„َ ู‚ُู„ْุชُ ุงู„ู„َّู‡ُ ูˆَุฑَุณُูˆู„ُู‡ُ ุฃَุนْู„َู…ُ ู‚َุงู„َ ูŠَุง ุฃَุจَุง ุงู„ْู…ُู†ْุฐِุฑِ ุฃَุชَุฏْุฑِูŠ ุฃَูŠُّ ุขูŠَุฉٍ ู…ِู†ْ ูƒِุชَุงุจِ ุงู„ู„َّู‡ِ ู…َุนَูƒَ ุฃَุนْุธَู…ُ ู‚َุงู„َ ู‚ُู„ْุชُ: { ุงู„ู„َّู‡ُ ู„َุง ุฅِู„َู‡َ ุฅِู„َّุง ู‡ُูˆَ ุงู„ْุญَูŠُّ ุงู„ْู‚َูŠُّูˆู…ُ }. ู‚َุงู„َ ูَุถَุฑَุจَ ูِูŠ ุตَุฏْุฑِูŠ ูˆَู‚َุงู„َ ูˆَุงู„ู„َّู‡ِ ู„ِูŠَู‡ْู†ِูƒَ ุงู„ْุนِู„ْู…ُ ุฃَุจَุง ุงู„ْู…ُู†ْุฐِุฑِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hai Abu Al-Mundzir! tahukah kamu, ayat manakah di antara ayat-ayat Al Qur`an yang ada padamu yang paling utama?” Abu Mundzir berkata; saya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bertanya lagi: “Hai Abu Mundzir, tahukah kamu, ayat manakah di antara ayat-ayat Al Qur`an yang ada padamu yang paling utama?” Abu Mundzir berkata; Saya menjawab, “ALLAHU LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QAYYUUM.” Abu Mundzir berkata; lalu beliau menepuk dadaku seraya bersabda: “Demi Allah, semoga dadamu dipenuhi dengan ilmu, wahai Abu Al-Mundzir.” (HR. Muslim no. 1343)
d.    Keutamaan 2 Ayat Terakhir Al-Baqarah.
Dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ู…َู†ْ ู‚َุฑَุฃَ ู‡َุงุชَูŠْู†ِ ุงู„ْุขูŠَุชَูŠْู†ِ ู…ِู†ْ ุขุฎِุฑِ ุณُูˆุฑَุฉِ ุงู„ْุจَู‚َุฑَุฉِ ูِูŠ ู„َูŠْู„َุฉٍ ูƒَูَุชَุงู‡ُ
“Barangsiapa yang membaca dua ayat ini, yakni dari akhir surat Al Baqarah di malam hari, maka keduanya sudah mencukupinya.” (HR. Al-Bukhari no. 3707 dan Muslim no. 1341)
e.    Keutamaan 10 Ayat Pertama Al-Kahfi
Dari Abu Ad-Darda` radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ู…َู†ْ ุญَูِุธَ ุนَุดْุฑَ ุขูŠَุงุชٍ ู…ِู†ْ ุฃَูˆَّู„ِ ุณُูˆุฑَุฉِ ุงู„ْูƒَู‡ْู ุนُุตِู…َ ู…ِู†ْ ุงู„ุฏَّุฌَّุงู„ِ
“Siapa yang menghafal sepuluh ayat dari awal surat Al Kahfi, maka ia akan terpelihara dari (fitnah) Dajjal.” (HR. Muslim no. 1342)
f.    Keutamaan Al-Ikhlash
Dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa seorang laki-laki mendengar seseorang yang membaca surat: “QUL HUWALLAHU AHAD.” dan orang itu selalu mengulang-ngulangnya. Di pagi harinya, maka laki-laki itu pun segera menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengadukan mengenai seseorang yang ia dengar semalam membaca surat yang sepertinya ia menganggap sangat sedikit. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda:
ูˆَุงู„َّุฐِูŠ ู†َูْุณِูŠ ุจِูŠَุฏِู‡ِ ุฅِู†َّู‡َุง ู„َุชَุนْุฏِู„ُ ุซُู„ُุซَ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†ِ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surat itu benar-benar menyamai sepertiga Al Qur`an.” (HR. Al-Bukhari no. 4627)
g.    Keutamaan Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas.
Dari Aisyah radhiallahu anhu dia berkata:
ุฃَู†َّ ุงู„ู†َّุจِูŠَّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูƒَุงู†َ ุฅِุฐَุง ุฃَูˆَู‰ ุฅِู„َู‰ ูِุฑَุงุดِู‡ِ ูƒُู„َّ ู„َูŠْู„َุฉٍ ุฌَู…َุนَ ูƒَูَّูŠْู‡ِ ุซُู…َّ ู†َูَุซَ ูِูŠู‡ِู…َุง ูَู‚َุฑَุฃَ ูِูŠู‡ِู…َุง ู‚ُู„ْ ู‡ُูˆَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุฃَุญَุฏٌ ูˆَ ู‚ُู„ْ ุฃَุนُูˆุฐُ ุจِุฑَุจِّ ุงู„ْูَู„َู‚ِ ูˆَ ู‚ُู„ْ ุฃَุนُูˆุฐُ ุจِุฑَุจِّ ุงู„ู†َّุงุณِ ุซُู…َّ ูŠَู…ْุณَุญُ ุจِู‡ِู…َุง ู…َุง ุงุณْุชَุทَุงุนَ ู…ِู†ْ ุฌَุณَุฏِู‡ِ ูŠَุจْุฏَุฃُ ุจِู‡ِู…َุง ุนَู„َู‰ ุฑَุฃْุณِู‡ِ ูˆَูˆَุฌْู‡ِู‡ِ ูˆَู…َุง ุฃَู‚ْุจَู„َ ู…ِู†ْ ุฌَุณَุฏِู‡ِ ูŠَูْุนَู„ُ ุฐَู„ِูƒَ ุซَู„َุงุซَ ู…َุฑَّุงุชٍ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa bila hendak beranjak ke tempat tidurnya pada setiap malam, beliau menyatukan kedua telapak tangannya, lalu meniupnya dan membacakan: “QULHUWALLAHU AHAD..” dan, “QUL `A’UUDZU BIRABBIL FALAQ…” serta, “QUL `A’UUDZU BIRABBIN NAAS..” Setelah itu, beliau mengusapkan dengan kedua tangannya pada anggota tubuhnya yang terjangkau olehnya. Beliau memulainya dari kepala, wajah dan pada anggota yang dapat dijangkaunya. Hal itu, beliau ulangi sebanyak tiga kali.” (HR. Al-Bukhari no. 4630)

0

Berdoa Setelah Sholat Wajib


ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ุฃُู…َุงู…َุฉَ ุฑَุถِูŠَ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู†ْู‡ُ ู‚َุงู„َ : ู‚ِูŠู„َ : ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ, ุฃَูŠُّ ุงู„ุฏُّุนَุงุกِ ุฃَุณْู…َุนُ ؟ ู‚َุงู„َ : ุฌَูˆْูَ ุงู„ู„َّูŠْู„ِ ุงู„ْุขุฎِุฑِ ูˆَุฏُุจُุฑَ ุงู„ุตَّู„َูˆَุงุชِ ุงู„ْู…َูƒْุชُูˆุจَุงุชِ.
“Dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu beliau berkata : Ada yang berkata : Wahai Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam, do’a apakah yang paling didengar (mustajabah)?”, beliau menjawab : “(Do’a di) seperdua malam terakhir dan (do’a di) dubur (akhir) sholat-sholat yang diwajibkan”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam An-Nasa`i dalam Sunan Al-Kubro (6/32/9936) dan dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (1/186/108) dan Imam At-Tirmidzy (5/526/3499), serta dikeluarkan pula oleh Imam ‘Abdurrozzaq dalam Al-Mushonnaf (2/424/3948) dengan konteks yang agak panjang, semuanya dari jalan Ibnu Juraij –‘Abdul Malik bin ‘Abdil ‘Aziz- dari ‘Abdurrahman bin Sabith dari Abu Umamah Al-Bahily radhiallahu ‘anhu.
Hadits di atas adalah hadits yang lemah karena adanya keterputusan dalam sanadnya, ‘Abdurrahman bin Sabith tidak mendengar dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu.
Yahya bin Ma’in berkata: “Dia (‘Abdurrahman bin Sabith) tidak mendengar dari Sa’ad bin Abi Waqqosh, tidak pula dari Abu Umamah dan tidak pula dari Jabir”. Lihat Jami’ut Tahshil hal. 222.
Yahya bin Sa’id Al-Qoththon –sebagaimana dalam Nashbur Royah (2/235)- berkata: “Dan ketahuilah bahwa apa yang diriwayatkan oleh ‘Abdurrahman bin Sabith dari Abu Umamah tidaklah bersambung, akan tetapi riwayatnya terputus, dia (‘Abdurrahman bin Sabith) tidak mendengar darinya”.
Adapun tadlis Ibnu Juraij, maka tidak berbahaya, karena dia telah menegaskan bahwa dia mendengar hadits ini dari ‘Abdurrahman bin Sabith dengan perkataannya “mengabarkan kepadaku ‘Abdurrahman bin Sabith” sebagaimana bisa dilihat dalam riwayat ‘Abdurrozzaq di atas.
Catatan :
Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (1/273) bahwa Ibnu Abid Dunya meriwayatkan sebuah hadits dengan lafadz :
ุฌَุงุกَ ุฑَุฌُู„ٌ ุฅِู„َู‰ ุงู„ู†َّุจِูŠِّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِู‡ِ ูˆَุณู„َู…َّ ูَู‚َุงู„َ : ุฃَูŠُّ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉِ ุฃَูْุถَู„ُ ؟, ู‚َุงู„َ : ุฌَูˆْูَ ุงู„ู„َّูŠْู„ِ ุงู„ْุฃَูˆْุณَุทِ, ู‚َุงู„َ : ุฃَูŠُّ ุงู„ุฏُّุนَุงุกِ ุฃَุณْู…َุนُ ؟, ู‚َุงู„َ : ุฏُุจُุฑَ ุงู„ْู…َูƒْุชُูˆْุจَุงุชِ
“Datang seorang lelaki kepada Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam lalu bertanya : “Sholat apakah yang paling utama?”, beliau menjawab : “(Sholat di) tengah malam yang pertengahan”, dia bertanya (lagi) : “Do’a apakah yang paling didengar (mustajabah), beliau menjawab : “Dubur (akhir) (sholat-sholat) yang diwajibkan”.
Dan kami tidak mendapatkan di mana Ibnu Abid Dun-ya meriwayatkan hadits ini sehingga bisa dilacak, apakah hadits ini juga dari Abu Umamah atau dari yang lainnya. Hanya saja ada kaidah yang disebutkan oleh sebagian ulama bahwa jika sebuah hadits diriwayatkan hanya oleh Ibnu Abid Dun-ya saja maka itu adalah hadits yang lemah. Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam.

0

CARA SHALAT YANG KHUSYU’

QS. Al Baqarah (2) : 238.
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.

QS. Al ‘Ankabuut (29) : 45.
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

QS. Al Mu’minuun 23 : 1-2
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.

      Dikisahkan bahwa ada seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan terkenal sangat khusyuk shalatnya. Namun demikian dia selalu khawatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih baik ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasanya kurang khusyuk.
Pada suatu hari Isam menghadiri majelis seorang abid bernama Hatim Al-Asam dan bertanya: “Wahai Aba Abdurrahman (Nama gelaran Hatim), bagaimanakah caranya tuan shalat?”
Berkata Hatim: “Apabila masuk waktu shalat, aku berwudu’ zahir dan batin.” Bertanya Isam: “Bagaimana wuduk batin itu?”
Berkata Hatim: “Wuduk zahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudu’ dengan air. Sementara wuduk batin ialah membasuh anggota dengan 7 perkara:
1. Bertaubat.
2. Menyesali akan dosa yang telah dilakukan.
3. Tidak tergila-gila dengan dunia.
4. Tidak mencari atau mengharapkan pujian dari manusia
5. Meninggalkan sifat bermegah-megahan.
6. Meninggalkan sifat khianat dan menipu.
7. Meninggalkan sifat dengki.”

      Seterusnya Hatim berkata: “Kemudian aku pergi ke Masjid, kusiapkan semua anggota tubuhku dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku. Dan kubayangkan pula bahwa aku seolah-olah berdiri di atas titian Shiratul Mustaqim’ dan aku menganggap bahwa shalatku kali ini adalah shalat terakhir bagiku (karena aku merasa akan mati setelah shalat ini). Kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik. Setiap bacaan dan do’a dalam shalat aku fahami maknanya. Kemudian aku rukuk dan sujud dengan tawadu’ (merasa hina), aku bertasyahud (tahiyat) dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku shalat selama 30 tahun.
Ketika Isam mendengar penjelasan  itu menangislah ia sekuat-kuatnya,   ternyata ibadahnya  kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim.